- Konsep Dasar Transaksi Mudharabah
Secara teknis
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(Shahibul Mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya (Mudharib)
sebagai pengelola. Keuntungan usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam
kontrak, bila rugi maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan
kelalaian dari pengelola. Bila kerugian disebabkan kecurangan pengelola maka
sepenuhnya akan ditanggung oleh pengelola.
Mekanisme transaksi
Mudharabah yang dilakukan oleh oleh bank syariah bila diasumsikan sebagai
shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib adalah :
A. Jumlah modal yang
diserahkan kepada nasabah selaku pengelola usaha harus secara tunai, dapat
berupa uang atau barang yang nilainya dinyatakan dengan satuan uang.
B. Hasil pengelolaan
modal pembiayaan Mudharabah dapat dihitung dengan cara :
- Pendapatan usaha.
- Keuntungan usaha.
C. Hasil usaha dibagi
sesuai dengan kesepakatan akad, tiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
Bank akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian atau kecurangan dari
pengelola.
D. Bank berhak
melakukan pengawasan pada usaha namun tidak berhak mencampuri urusan usaha.
E. Jika nasabah
melakukan cidera janji seperti tidak mau membayar kewajiban maka dapat
dikenakan sanksi administrasi.
2. Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Transaksi Mudharabah
Landasan dasar
syariah mudharabah mencerminkan anjuran melakukan usaha, tampak pada ayat-ayat
dan hadist berikut:
- Landasan Al-qur’an dan Al-hadist
- Al-qur’an
“….. dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…..”(Al Muzzammil:
20)
“Apabila telah
ditunaikan sholat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT
…..”(Al-Jumu’ah: 10)
“Tidak ada dosa (halangan)
bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…..”(Al Baqarah: 198)
- Al Hadist
“Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke
mitra usahanya secara nudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
memperbolehkannya.”(HR Thabrani).
- Fatwa DSN tentang transaksi Mudharabah
- Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang MUDHARABAH (Qiradh)
Ketentuan yang diatur
:
Pertama : Ketentuan
Pembiayaan
- Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.
- Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) sebagai mudharib.
- Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
- Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi memiliki hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
- Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
- Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalamj akad.
- Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
- Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
- Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak memperoleh ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan
Syarat Pembiayaan
- Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
- Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memprhatikan hal-hal berikut :
- Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak.
- Penerimaan dan penawaran pada saat kontrak.
- Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
- Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :
- Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
- Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika barang diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
- Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib baik secara bertahap maupun tunai sesuai dengan kesepakatan saat akad.
- Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
- Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
- Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
- Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
- Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut :
- Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
- Penyedia dan tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
- Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas ini.
Ketiga : Beberapa
Ketentuan Hukum Pembiayaan
- Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
- Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan kejadian dimasa depan yang belum tentu terjadi.
- Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena akad ini bersifat amanah, kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa DSN MUI No 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah
Ketentuan yang diatur
:
Pertama : Ketentuan
Umum
- Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
- Obligasi Syariah Mudharabah adalah Obligasi Syariah yang berdasarkan akad Mudharabah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.
- Emiten dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah Mudharib sedangkan pemegang Obligasi Syariah Mudharabah adalah Shahibul Mal.
Kedua : Ketentuan
Khusus
- Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah akad Mudharabah;
- Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN- MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
- Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
- Nisbah keuntungan dalam Obligasi Syariah Mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum emisi (penerbitan) Obligasi Syariah Mudharabah;
- Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan;
- Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi Obligasi Syariah Mudharabah dimulai;
- Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, Mudharib berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudharabah, dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang;
- Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah Mudharabah;
- Kepemilikan Obligasi Syariah Mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad.
Ketiga :
Penyelessaian Perselisihan
Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan antara pihak yang
terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
III. Fatwa DSN
38/DSN-MUI/X/2002: Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)
Pertama: Ketentuan
Umum
- Sertifikat investasi antarbank yang berdasarkan bunga, tidak dibenarkan menurut syariah.
- Sertifikat investasi yang berdasarkan pada akad Mudharabah, yang disebut dengan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), dibenarkan menurut syariah.
- Sertifikat IMA dapat dipindahtangankan hanya satu kali setelah dibeli pertama kali.
- Pelaku transaksi Sertifikat IMA adalah:
- bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.
- bank konvensional hanya sebagai pemilik danan.
Kedua: Ketentuan
Khusus
Implementasi dari
fatwa ini secara rinci diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah pada bank syariah
dan oleh Bank Indonesia.
Ketiga: Penyelesaian
Perselisihan
Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
yang berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
IV. Fatwa DSN
50/DSN-MUI/III/2006: Akad Mudharabah Musytarakah
Pertama: Ketentuan
Umum
Mudharabah
Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib)
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Kedua: Ketentuan
Hukum
Mudharabah
Musytarakah boleh dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS), karena
merupakan bagian dari hukum Mudharabah.
Ketiga: Ketentuan
Akad
- Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah.
- LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah.
- LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
- Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
- Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat: Ketentuan
Penutup
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
5) Fatwa DSN No:
51/DSN –MUI/III/2006 tentang MUDHARABAH MUSYTARAKAH PADA ASURANSI SYARIAH
Pertama : Ketentuan
Umum
Dalam Fatwa ini, yang
dimaksud dengan :
- Asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan reasuransi syariah;
- Peserta adalah peserta asuransi atau perusahaan asuransi dalam reasuransi.
Kedua : Ketentuan
Hukum
- Mudharabah. Musytarakah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi, karena merupakan bagian dari hokum Mudharabah.
- Mudharabah. Musyarakah dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun non tabungan.
Ketiga : Ketentuan
Akad
- Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musytarakah.
- Perusahaan asuransi sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta.
- Modal atau dana perusahaan asuransi dan dana peserta diinvestasikan secara bersama-sama dalam portofolio.
- Perusahaan asuransi sebagai mudharib mengelola investasi dana tersebut.
- Dalam akad, harus disebutkan sekurang-kurangnya :
- Hak dan kewajiban pesertadan perusahaan asuransi;
- Besaran nisbah, cara dan waktu pembagian hasil investasi;
- Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan produk asuransi yang diakadkan.
- Hasil investasi :
Pembagian hasil
investasi dapat dilakukan dengan salah stu alternative sebagai berikut.
Alternative I :
- Hasil investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dengan peserta (sebagai shahibul maal) sesuai dengan nisbah yang disepakati.
- Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan para peserta sesuai dengan porsi modal atau dana masing-masing.
Alternatif II :
- Hasil investasi dibagi secara professional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing.
- Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah yang disepakati.
- Apabila terjadi kerugian maka perusahaan asuransi sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Keempat : Kedudukan
Para Pihak dalam Akad Mudharabah Musytarakah
- Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan sebagai musytarik (investor).
- Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai shahibul maal (investor).
- Para peserta (pemegang polis) secara kolekif dalam produk non saving, bertindak sebagai shahibul maal (investor).
Kelima :
Investasi
- Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
- Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Keenam : Ketetentuan
Penutup
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
3.
Standar Akuntansi Keuangan Transaksi Mudharabah
Penyempurnaan
Akuntansi Mudharabah pada PSAK 105
PSK 105 : Akuntansi
mudharabah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah
(2002) yang mengatur mengenai Mudharabah. Bentuk penyempurnaan dan penambahan
pengaturannya adalah sebagai berikut :
- PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi Mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini tidak berlaku untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Mudharabah.
- Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi untuk pengelola dana (mudharib) dalam transaksi Mudharabah.
- Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiri dari Mudharabah mutlaqah, Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah.
- Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai pemilik dana penyempurnaan dilakukan untuk :
- Pengakuan investasi Mudharabah pada saat penyaluran daana syrkah temporer; dan
- Pengakuan keuntungan / kerugian atas penyerahan asset nonkas dalam investasi Mudharabah.
- Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk akuntansi pembeli, penyempurnaan dilakukan untuk :
- Pengakuan dana syirkah temporer kelolaan;
- Pengakuan modal mudharib bersama-sama dengan modal pemilik dana (shahibul maal) dalam Mudharabah musytarakah.
Karakteristik
1)
Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
2)
Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan
Mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana
yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
3) Dalam
Mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain :
- Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
- Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau
- Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
4) Pada
prinsipnya dalam penyaluran Mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola
dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari
pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila
pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad.
5)
Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan
dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah
diakhiri.
6) Jika
dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi
jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan
nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad.
Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian maka kerugian
financial menjadi tanggungan pemilik dana.
Prinsip Pembagian
Hasil Usaha
Pembagian hasil usaha
Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam
prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).
Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu
laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal Mudharabah.
PENGAKUAN DAN
PENGUKURAN ENTITAS SEBAGAI PEMILIK DANA
1) Dalam
syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada
pengelola dana.
2)
Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikut :
(a)
Investasi Mudharabah dalam bentuuk kas diukur sebesar jumlah dioberikan pada saat
pembayaran;
(b)
Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset
nonkas pada saat penyerahan :
- i. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, diakui sebagai kerugian;
- ii. Jika niali wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad Mudharabah.
3) Jika
nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak, hilang,
atau factor lain yang bukan kelalaian pihak pengelola dana, maka penurunan
nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi
Mudharabah.
4) Jika
sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya
kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian terbut diperhitungkan
pada saat bagi hasil.
5) Usaha
Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
6) Dalam
investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan
secara efektif dalam kegiatan kegiatan Mudharabah, maka kerugian tersebut tidak
langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian
bagi hasil.
7)
Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh :
- Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
- Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan / atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
- Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
8) Jika
akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar
oleh pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang
jatuh tempo.
Penghasilan usaha
1) Jika
investasi Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui
dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
2)
Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir
diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat
akad Mudharabah berakhir, selisih antara :
- Investasi Mudharabah setelah dikurangi penysihan kerugian investasi;
- Dan pembelian investasi Mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
3) Kerugian
akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana
dan tidak mengurangi investasi Mudharabah.
4) Bagian
hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh
tempo dari pengelola dana.
ENTITAS SEBAGAI
PENGELOLA DANA
1) Dana
yang diterima dari pemilik dana dalam akada Mudharabah diakui sebagai dana
syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai
tercatat.
2) Jika
entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas
mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13.
3) Jika
menyalurkan dana syirkah temporer muqayyadah yang diterima maka entitas tidak
mengakui sebagai asset karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan atau
melepas asset tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh pemilik dana. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan dengan
menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan
pada paragraph 11.
4) Hak
ihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan
belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil
yang menjadi porsi hak pemilik dana.
5)
Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui
sebagai beban pengelola dana.
Mudharabah
Musytarakah
Jika entitas juaga
menyertakan modal dalam Mudharabah musytarakah maka penyaluran modal milik
entitas diakui sebagai investasi Mudharabah.Akad Mudharabah musytarakah
merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam
Mudharabah musytarakah pengelola dana (berdasarkan akad Mudharabah) menyertakan
juga modalnya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah) pemilik
modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal
yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara peneglola dana dan pemilik dana
dalam Mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi
pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah.
Penyajian
- Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat
- Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah laporan keunangan, tetapi tidak terbatas, pada:
- Dana syirkah temporer dari pemilik dana yang disajikan sebesaar jmlah nominalnya untuk setiapa jenis mudharabah.
- Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban.
- Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi beum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
Pengungkapan
- Pemilik dana mengunggkapkan hal-hal terkait transakasi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada:
- Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya,
- Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan, dan pengungkapan diperlukan sesuai dengan PSAK nomor 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.
- Pengelola dan amengungkapkan hal-hal terkait mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada:
- Dana syirkah temporer yang disesuai berdasarkan jennisnya, dan
- Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah.
Pedoman pencatatan
dan pelaporan akuntansi transaksi mudharabah
- Mudharabah menurut PSAK 59 adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib dengan nisbah pembagian hasil menurut kesepakatan dimuka.
- Rukun mudharabah :
- Ada pemilik modal(shahibul maal) dan pegelola/pengusaha (mudharib)
- Adanya modal(maal)
- Kerja attau objek usaha (proyek) dan keuntungan serta sigot atau ijab dan qabul.
- Mudaharabah terbagi menjadi mudharabah mutlaqah( mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengeoa dana dalam mengelola investasinya) dan mudharabah muqayyadah ( mudharabah dimana pemilik dana memberikan batsan kepada pengelola mengenai tempat, cara dan objek investasi.
Jurnal
- Pada saat bank membayar uang tunai kepada mudharib
(Dr) pembiayaan
mudharabah
xx
(Cr) kas
xx
- Pada saat bank menyerahkan aktiva non kas kepada mudharib
- Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku.
(dr) pembiayaan
mudharabah 9sebesar nilai
wajar)
xx
(dr) kerugian
penyerahan aktiva
xx
(cr) aktiva non
kas
xx
- Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku.
(dr) pembiayaan
mudharabah (sebesar nilai wajar)
xx
(cr) aktiva non-kas
(sebesar nilai
buku)
xx
(cr) keuntungan
penyerahan
aktiva
xx
- Pengakuan biaya akad mudharabah
- Saat terjadi biaya akad
(dr) beban akad mudharabah
xx
(cr)
kas
xx
- Jika biaya akad diakui sebagai beban
Tidak ada jurnal
- Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
(dr) pembiayaan
mudharabah
xx
(cr) beban akad
mudharabah
xx
- Apabila sebagian pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva nonkas hilang sebelum dimulainya pekerjaan kaarena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adnaya kelalaian mudharib.
(dr) kerugian
pembiayaan
mudahrabah
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
- Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulainya pekerjaan karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian mudaharib
Tidak ada jurnal
- Penerimaan keuntunag mudharabah
(dr) kerugian bagi
hasi mudharabah
xx
(cr) pembiayaan
mudaharabah
xx
- Pencatatan kerugian yang timbul bukan akibat kelalaian atau kesalahan mudharib
(dr) kerugian bagi
hasil mudaharabah
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
- Pencatatan kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib
(Dr) piutang kepada
mudharib
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
- Pelunasan pembiayaan mudharabah sebelum atau saat akad jatuh tempo
(dr) kas
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
- Pengambilan modal mudharabah non kas dngan niai wajar lebih rendah dari nilai historis
(dr) aktiva non
kas
xx
(dr) kerugian
penyelesaian pembiayaan
mudharabah
xx
(cr)pembiayaan
mudharabah
xx
- Pengembalian modal mudharbah non kas dengan nilai wajar lebih tinngi dari nilai historis
(dr) aktiva non
kas
xx
(cr) Keuntungan
penyelesaian pembiayaan
mudhrabah
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
- Pada saat akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo dan kerugian bukan karena kesalahan mudharabah maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharbah.
(dr) kerugian bagi
hasil
mudharabah
xx
(cr) pembiayaan
mudharabah
xx
Kerugian Penurunan
Asset Mudharabah
Jika mengikuti alur
pembiayaan pada ilustrasi 2, maka terdapat perbedaan perlakuan akuntansi antara
modal kas dan nonkas. Berkaitan dengan penyediaan modal nonkas, jika terjadi
penerunan modal aktiva sebelum diserahakan misalkan computer server yang
rencananya dikirim kepada PT.JIT ternyata 30 unit diantaranya mengalami
kerusakan akibat peristiwa kebakaran di gudang milik bank syariah IQTISADUNA
sebelum diserahkan kepada PT.JIT. hal ini terjadi karena kelalaian bank syariah
IQTISADUNA dalam melakukan pengamanan terhadap aktiva tersebut. Kerugian yang
ditanggung bank syariah adalah sebesar Rp 60.000.00,-. Jurnal-jurnal yang
dibuat bank syariah IQTISADUNA untuk transaksi tersebut antara lain :
- Pada saat pembentukan cadangan kerugian piutang (sebagai contoh cadangan kerugian piutang yang dibentuk sebesar Rp 75.000.000)
(Dr) beban penyisihan kerugian
piutang pembiayaan mudharabah
|
Rp 5.000.000
|
|
(kr) penyisihan kerugian piutang
pembiayaan mudharabah
|
Rp 5.000.000
|
- Pada saaat penghapusbukuan cadangan kerugian piutang sebagai akibat hilangnya/rusaknya asset mudharabah
(Dr) penyisihan kerugian piutang
pembiayaan mudharabah
|
Rp 60.000.000
|
|
(Kr) pembiayaan mudharabah
|
Rp 60.000.000
|
Apabila sebagian
pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulai usaha tanpa adanya kelalaian/kesalahan
pengelola dana (mudharib) maka rugi tersebut diperhitungkan pada saat bagi
hasil. Apabila pembiayaan diberikan dalam bentuk modal nonkas dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan
secara efektif untuk kegiaatan usaha, maka rugi tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah pembiayaan namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil
usaha.
Sebaliknya, apabila
kecelakaan tersbut terjadi setelah usaha tersebut berjalan dan berdasarkan
hasil investigasi ternyata terbukti bahwa kerugian terjadi akibat kelalain
mudharib, maka kerugian menjadi tanggungan mudharib. Pada akhir masa akad,
kerugian akan dikompensasi dengan bagi hasil untuk shohibul maal.
Pembayaran Angsuran
Pembiayaan Mudharabah (Pokok Pembiayaan)
Pengembalian modal
pembiayaan mudharabah oleh mudharib dapat dilakukan sesuai kesepakatan, secara
sekaligus pada masa akhir akad atau dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan
mudharib. Setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah akan mengurangi
saldo pembiayaan mudharabah.
Khusus untuk
pembayaran modal pembiayaan mudharabah dengan system cicilan perlu
memperhatikan penurunan proporsi modal milik shohibul maal karena penurunan
modal akan membawa konsekuensi penurunan nisbah bagi hasil yang sejalan dengan
penurunan modalnya. Sebagai contoh PT. JIT sepakat melakukan pembayaran modal
pembiayaan mudharabah secara bertahap sebanyak tiga kali dengan komposisi :
- Akhir tahun pertama akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000
- Akhir tahun kedua akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000
- Akhir athun ketiga akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 500.00.000
Pembayaran modal
|
Saldo pembiayaan mudharabah
|
Nisbah
|
||
Bank
|
Nasabah
|
|||
Awal tahun
|
Rp 0
|
Rp 1.000.000.000
|
40
|
60
|
Akhir tahun pertama
|
Rp 250.000.000
|
Rp 750.000.000
|
30
|
70
|
Akhir tahun kedua
|
Rp 250.000.000
|
Rp 500.000.000
|
20
|
80
|
Akhir tahun ketiga
|
Rp 500.000.000
|
Rp 0
|
0
|
100
|
Prinsip yang
digunakan pada perhitungan adalah prinsip keadilan dimana modal yang
dikembalikan kepada shohibul maal pada dasarnya merupakan pengurang
investasinya sehingga nisbah yang menjadi hak shohibul maal juga menurun
sejalan dengan penurunan modalnya. Misalnya pada tahun ke-2 sebelum
pengembalian modal yang kedua, PT. JIT mendapatkan laba sebesar Rp
100.000.000,- maka bagian hak shohibul maal adalah 30% saja yaitu Rp
30.000.000,- karena pada akhir tahun pertama PT. JIT telah mengembalikan modal
sejumlah Rp 250.000.000.
Sedangkan untuk
pencatatan dalam jurnal dalam pembayaran angsuran pembiayaan mudharabah (pokok
pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/tunai atau modal non kas. Dalam kasus
diatas diilustrasikan bahwa PT. JIT mengembalikan modal kas sebesar Rp
250.000.000,- maka jurnalnya menjadi :
(Dr) kas rekening PT.JIT
|
Rp 250.000.000
|
|
(Kr) pembiayaan mudharabah
|
Rp 250.000.000
|
Jika PT. JIT
mengembalikan 20 buah computer server senilai Rp 40.000.000,- maka jurnalnya
menjadi:
(Dr) persediaan aktiva mudharabah
|
Rp 40.000.000
|
|
(Dr) kerugian penyerahan aktiva
|
Rp 10.000.000
|
|
(Kr) pembiayaan mudharabah
|
Rp 50.000.000
|
Catatan : kerugian
penyerahan aktiva dimaksudkan untuk mengeliminasi keuntungan yang sudah diakui
pada saat penyerahan awal aktiva mudharabah non kas.
Pengakuan Bagi Hasil
(Profit Loss Sharing) Mudharabah
Dewan Syariah
Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip
distribusi hasil usaha dimana lembaga keuangan syariah boleh menggunakan
prinsip revenue sharing (bagi pendapatan) maupun profit loss sharing (bagi
untung/rugi).Menurut fatwa tersebut dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian
hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.Penentuan penggunaan
prinsip yang dipilih harus disepakati pada awal akad.
Dalam pembagian hasil
usaha mempergunakan prinsip revenue sharing, shohibul maal tidak pernah
mengalami kerugian kecuali usaha mudharib dililuidasi dimana jumlah aktiva
lebih kecil dari kewajibannya.Dengan prinsip ini belum pernah terjadi
pendapatan yang negative karena sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak
ada pendapatan), sehingga apabila hal tersebut terjadi maka modal yang
dikembalikan sejumlah modal awal yang diberikan (tidak ada penambahan modal).
Sedangkan prinsip
profit/loss sharing dilakukan dengan menggunakan perhitungan kinerja secara
berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi biaya-biaya sehingga
menghasilkan keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk
mendukung hal ini, mudharib perlu menyusun laporan pengelolaan dana mudharabah
jika ternyata modal yang digunakan oleh mudharib tidak berasal dari satu unsur
saja sehingga perlu memisahkan porsi alokasi penggunaan dana mudharabah.
Dalam praktiknya tidak mudah bagi mudharib menyusun laporan ini secara berkala
karena melibatkan beberapa variable dan tidak mudah juga bagi shohibul maal untuk
melakukan pengawasan untuk memastikan beban-beban yang dialokasikan untuk
pengelolaan dana mudharabah. Prinsip profit/loss sharing memerlukan kejujuran
diantara kedua belah pihak., lebih khusus bagi mudharib selaku pengelola dana
sehingga tidak banyak perbankan syariah yang menggunakan prinsip ini untuk
mengadakan pembiayaan mudharabah.
Dalam pembiayaan
mudharabah melewati satu periode pelaporan.Laba pembiayaan mudharabah diakui
dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah sesuai yang disepakati;
dan rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan
mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Pengakuan laba/rugi mudharabah dalam
praktinya dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana
yang diterima shohibul maal.
Hal mendasar yang
perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi mudharabah, sesuai dengan
prinsip mudharabah adalah pembagian laba yang dilakukan antara shohibul maal
dan mudharib sesuai dengan nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang bukan
kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian
akibat kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika
kerugian akibat kelalaian mudharib, maka kerugian dibebankan kepada mudharib
tanpa mengurangi modal mudharabah milik shohibul maal.
Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, namun dalam pelaksanaannya tidak mudah memutuskan bahwa
mudharib lalai atau tidak dalam kasus kerugian pengelolaan mudharabah. Paling
tidak, untuk menentukan derajat kesalahan maupun kelalaiaan mudharib perlu
diperkuat dengan fakta-fakta sebagai berikut :
- Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad
- Tidak terdapat kondisi diluar kemapuan (force major) yang lazim dan/atau telah ditentukan dalam akad; atau
- Hasil keputusan dari badan arbitrase syariah atau pengadilan agama setempat
1). Kasus Pengakuan
Laba
Kasus ini menggunakan
informasi yang terdapat dalam ilustrasi 1 akad mudharabah antara bank syariah
IQTISADUNA dan PT. jogja information technology (JIT) dengan pembiayaan sebesar
Rp 10.000.000,- dan nisbah 40:60. Atas pengelolaan dana mudharabah tersebut PT.
JIT mencatat laba bersih sebesar Rp 10.000.000,- pada tahun pertama dan segera
dibagihasilkan kepada bank syariah IQTISADUNA pada awal tahun kedua akad.
Adapun pembagian porsi untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut :
Shohibul maal (bank) =
40%xRp100.000.000
|
Rp 40.000.000
|
Mudharib (PT. JIT)
= 60%xRp 100.000.000
|
Rp 60.000.000
|
Jumlah yang dibuat
oleh bank sayriah IQTISADUNA pada saat menerima bagi hasil tersebut adalah
sebagai berikut :
(Dr) kas/rekening PT JIT
|
Rp 40.000.000
|
|
(Cr) pendapatan bagi hasil mudharabah
|
Rp 40.000.000
|
2). Kasus
Pengakuan Rugi
Jika PT. JIT
mengalami kerugian pada tahun pertama sebesar Rp 100.000.000,- dan berdasarkan
fakta yang disepakati antara kedua belah pihak terungkap bahwa kerugian terjadi
karena bencana alam sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian aktiva mudharabah
dan diluar kemampuan mudharib untuk menghindarinya, maka jurnal yang dibuat
bank syariah IQTISADUNA atas kejadian tersebut adalah :
- Pada saat pembentukan cadangan kerugian pembiayaan mudharabah
(Dr) beban penyisihan kerugian
pembiayaan mudharabah
|
Rp 100.000.000
|
|
(Cr) penyisihan kerugian mudharabah
|
Rp 100.000.000
|
- Pada saat penghapusbukuan pembiayaan mudharabah
(Dr) penyisihan pembukuan mudharabah
|
Rp 100.000.000
|
|
(Cr) pembiayaan mudharabah
|
Rp 100.000.000
|
- Pada saat kerugian diakibatkan kesalahan/kelalaian dari PT. JIT
Bank syariah
IQTISADUNA tidak mencatat kejadian ini dalam jurnal karena kerugian yang
diakibatkan oleh pengelola dana (mudharib ) menjadi beban dari pengelola dana
tanpa mengurangi investasi mudharabah bank syariah IQTISADUNA.
Kerugian yang
diakibatkan penghentian pembiayaan mudharabah yang terjadi sebelum masa akad
berakhir, maka kerugian tersebut diakui sebagai pengurang pembiayaan
mudharabah. Sedangkan kerugian pengelolaan yang timbul akibat
kelalaian/kesalahan mudharib akan dibebankan kepada pengelola dana (mudharib).
Pengurang pembiayaan mudharabah dapat dilakukan dengan metode langsung yaitu
mengurangi saldo perkiraan pembiayaan mudharabah atau dapat juga dilakukan
secara tidak langsung yaitu dengan cara pembentukan cadangan penghapusan
pembiayaan mudharabah yang merupakan perkiraan pengurang (contra account) dari
pembiayaan tersebut.
3). Kasus Bagi Hasil
Belum Direalisasikan
Jika PT. JIT mengakui
adanya keuntungan dalam pengelolaan pembiayaan mudharabah sebesar Rp
100.000.000,- dan sampai saat yang ditentukan ternyata PT. JIT belum
membayarkan bagian bagi hasil yang menjadi hak bank syariah IQTISADUNA sebesar
Rp 40.000.000,- maka bank syariah IQTISADUNA akan mengakui kejadian tersebut
dalam jurnal sebagai berikut :
(Dr) piutang kepada mudharib
|
Rp 40.000.000
|
|
(Cr) pendapatan mudharabah
|
Rp 40.000.000
|
Penyelesaian Akad
Mudharabah Sebelum Jatuh Tempo
Mudharabah akan
diakhiri baik dengan perjanjian diantara kedua belah pihak, karena keinginan
kedua belah pihak atau dengan alas an force majour seperti kerugian karena
bencana alam atau kematian salah satu pihak. Beberapa hal yang diatur dalam hal
ini adalah sebagai berikut :
1)
Mudharib harus mengembaliakn modal
kepada pemilik dana dan apabila mudharib tidak melaksanakannya maka mudharib
tersebut dianggap melanggar akad. Jumlah dana yang menjadi saldo pembiayaan
mudharabah akan berubah menjadi “piutang jatuh tempo mudharib”.
2)
Jiak akad mudharabah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas berupa
barang yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak untuk
menjual dan membagi hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati bersama
dengan tetap menghitung saldo pembiayaan serta keuntungan atau kerugian yang
ditanggung dari pelaksanaan akad mudharabah tersebut.
3)
Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad mudharabah dan digantikan
dengan pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu dilakukan
perhitungan terhadap status saldo pembiayaan, hak shohibul maal dan mudharib,
maupun keuntungan dan kerugian untuk menghasilkan suatu proporsi baru antara
kedua belah yang akan memperbaharui akad.
4)
Daalm hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal, maka
proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap pembayaran.
Jika terdapat
pertimbangan tertentu misalnya mudharib sudah tidak dapat dipercaya lagi atau
mudharib banyak melakukan pelanggaran akad, maka shohibul maal dapat
menghentikan pembiayaan mudharabah baik pada saat akad sudah jatuh tempo.
Status saldo pembiayaan mudharabah akan diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada mudharib.
Contoh kasus misalnya
terjadi perubahan peraturan pemerintah yang berakibat pada penghentian kegiatan
PT. JIT apdahal akad mudharabah belum jatuh tempo, maka bank syariah IQTISADUNA
segera menghitung saldo pembiayaan dan meminta laporan keuangan terakhir dari
PT. JIT. Saldo pembiayaan mudharabah yang dicatat oleh bank adalah sebesar Rp
300.000.000,- sedangkan PT. JIT melaporkan kerugian untuk periode berjalan
sebesar Rp 50.000.000,-. Sisa pembiayaan tidak dapat diselesaikan oleh PT. JIT
sehingga bank syariah IQTISADUNA mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut :
(Dr) piutang mudharib
|
Rp 250.000.000
|
|
(Dr) penyisihan kerugian pembiayaan
mudharabah
|
Rp 50.000.000
|
|
(Cr) pembiayaan mudharabah
|
Rp 300.000.000
|
Pada saat pembentukan
penyisihan pembiayaan mudharabah
(Dr) beban pembiayaan penyisihan
pembiayaan mudharabah
|
||
(Cr) akumulasi penyisihan pembiayaan
mudharabah
|
Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
PSAK 59 paragraf 150
menyatakan bahwa penyisihan kerugian aktiva produktif dan piutang yang timbul
dari transaksi aktiva produktif dibentuk sebesar estimasi kerugian aktiva
produktif dan piutang yang tidak dapat ditagih sesuai dengan denominasi mata
uang aktiva produktif dan piutang yang diberikan. Standar ini adalah merujuk
pada peraturan bank Indonesia yaitu tentang kualitas aktiva produktif (KAP)
bagi bank syariah (PBI No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 mei 2003) dan penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP) bagi bank syariah (PBI o. 5/7/PBI/2003
tanggal 19 Mei 2003).
Setelah dianalisis
oleh perusahaan appraisal, ditentukan bahwa porsi yang harus disisihkan untuk
penyisihan mudharabah PT. JIT adalah Rp. 240.000.000,- setiap tahunnya. Jurnal
yang dibuat oleh bank syariah IQTISADUNA adalah sebagai berikut :
(Dr) beban penyisihan kerugian
mudharabah
|
Rp 240.000.000
|
|
(Cr) penyisihan kerugian mudharabah
|
Rp 240.000.000
|
Pada saat piutang
dianggap non-performing
(Dr) penyisihan kerugian mudharabah
|
Rp 230.000.000
|
|
(Cr) piutang mudharabah
|
Rp 230.000.000
|
Pada saat penghapusan
sisa penyisihan penyisihan :
(Dr) penyisihan kerugian mudharabah
|
Rp 10.000.000
|
|
(Cr) beban penyisihan kerugian
mudharabah
|
Rp 10.000.000
|
AKUNTANSI PENGELOLA
DANA (MUDHARIB)
Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) merupakan pihak pengelola dana (mudharib) yang berkewajiban untuk
mengemban amanah nasabah deposan (shohibul maal) dengan selalu memegang
prinsip kehati – hatian dan mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut.
Paragraf 25 PSAK 105 menjelaskan bahwa:
Dana yang diterima
dalam akad Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar
jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.
Dana syirkah temporer,
sebagai pengganti Investasi Tidak Terikat (PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah) mengakomodasi danamudharabah mutlaqah. LKS (Perbankan Syariah,
BMT dan Koperasi Syariah) memiliki keleluasaan untuk menyalurkan dana ke sektor
– sektor yang dinilai menguntungkan dimana masing – masing memiliki produk
tabungan dan deposito dengan nisbah yang bervariasi menurut jangka waktu
pengendapannya. Namun hal ini tidak bersifat kaku karena nisbah dapat
dinegosiasikan dengan nasabah, LKS harus menjelaskan prinsip dan perhitungan
bagi hasil yang digunakan pada awal akad.
Model Perhitungan
Distribusi Bagi Hasil Usaha LKS
Perhitungan
distribusi bagi hasil usaha oleh LKS mengacu pada ketentuan dasar Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) sebagai otoritas yang memiliki kewenangan untuk
menetapkan fatwa – fatwa yang berkaitan dengan akad transaksi syariah. Dalam
Fatwa No.15/DSN-MUI/XI/2000 terdapat beberapa ketentuan, antara lain;
1)
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue
sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil
usaha dengan mitra /nasabahnya
2)
Dari segi kemaslahatannya (al-ishlah), pembagian hasil usaha sebaiknya
menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
3)
Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam
akad.
Penggunaan revenue
sharing lebih mudah karena LKS hanya menghitung pendapatan yang diterima
kemudian hasilnya dibagikan kepada nasabah sesuai kontribusi masing – masing
daripada profit sharing yang masih memperhitungkan pendapatan dan biaya
– biaya yang digunakan.
SISTEM BAGI HASIL
Lembaga keuangan
syari’ah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, belum menerapkan prinsip profit
sharing, mengingat kesulitan menghitung beban – beban dalam pengelolaan
danamudharabah (Wiroso, 2005:123). Pada bank –bank syariah di dunia,
terdapat dua instrumen yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yaitu
nasabah dan bobot. Namun hingga saat ini belum ada keseragaman satu sama lain,
mengingat terdapat beberapa faktor perhitungan yang dipertimbangkan, antara
lain:
1)
Besaran kontribusi investasi (pembobotan sumber dana)
Adalah jumlah atau
prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai landasan besaran dana yang dapat
diinvestasikan.
2)
Penentuan jenis sumber dana yang diikutsertakan dalam perhitungan distribusi
hasil usaha (profit distribution); merupakan unsur yang penting karena
jumlah sumber dana ini yang akan berdampak terhadap penyaluran dan pendapatan
yang akan diperoleh dengan pola;
- Dana prinsip mudharabah mutlaqah saja; pendapatan yang dibagihasilkan adalah pendapatan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah
- Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah)
- Total sumber dana (prinsip wadiah di mudharabah dan modal)
3)
Jenis penyaluran dana dan pendapatan yang terkait
- Prioritas penyaluran (penyaluran utama dan penyaluran lainnya)
Bank syariah
menetapkan penyaluran utama meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil dan
penyaluran lain seperti Sertifikat Investasi Bank Indonesia (SIMA) atau
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
- Total penyaluran dana
Bank syariah tidak
menetapkan prioritas dalam penyaluran dananya.
4)
Penentuan pendapatan dibagihasilkan
Konsep dan Mekanisme
Perhitungan Bagi Hasil Usaha LKS
Berbeda dengan konsep
bunga pada lembaga keuangan konvensional, konsep bagi hasil yang diterapkan
pada lembaga syariah adalah sebagai berikut:
1)
Pemilik dana menginvestasikan dananya yang melalui Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) yang bertindak sebagai pengelola dana.
2)
Pengelola (LKS) mengelola dana tersebut dengan menggabungkan dana dengan sumber
lain (modal dan dana titipan (wadiah) untuk selanjutnya diinvestasikan ke
beberapa proyek, usaha, atau pembiayaan yang layak dan ber-aspek syariah.
3)
Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama,
nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
4)
Pembiayaan yang diberikan LKS akan menghasilkan pendapatan berupa
Tata Cara Perhitungan
Bagi Hasil LKS
a)
Menghitung saldo rata – rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana
yang dimiliki
b)
Menghitung saldo rata – rata tertimbang sumber dana yang telah diinvestasikan
c)
Menghitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan dari dana
operasi dan pembiayaan lain yang menggunakan dana mudharabah
d)
Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total pembiayaan yang telah
tersalurkan untuk mnghitung porsi pendapatan yang akan dibagihasilkan
e)
Mengalokasikan total pendapatan yang dibagihasilkan ke masing – masing
klasifikasi dana yang dimiliki sesuai data saldo rata – rata tertimbang
f)
Mengalokasikan pendapatan yang sudah dihitung untuk setiap sumber dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati
g)
Mendistribusikan bagi hasil sesuai dengan nisbah masing – masing pemilik dana
sesuai jenis sumber dana yang dimiliki
h)
Menjurnal distribusi bagi hasil usaha sebagai bagian dalam penyusunan laporan
keuangan
Laporan Rekonsiliasi
Pendapatan dan Bagi Hasil
Laporan Rekonsiliasi
Pendapatan dan Bagi Hasil merupakan rekonsiliasi pendapatan LKS yang
menggunakan accrual basis dan pendapatan yang dibagihasilkan kepada
pemilik dana yang menggunakan cash basis. Jumlah dana yang
dibagihasilkan harus menggunakan perhitungan basis kas. Laporan rekonsiliasi
ini menyajikan bebrapa hal, antara lain:
- Pendapatan usaha utama, seperti jual beli, syirkah, sewa/sewa beli yang menggunakan dana dari pemegang rekening mudharabah mutlaqah
- Penyesuaian atas:
- Pendapatan usaha utama periode berjalan yang kas atau setara kas nya belum diterima
- Pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang kas atau setara kas nya diterima di periode berjalan
- Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
- Bagian LKS atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
- Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil:
- Bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana
- Bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana
Sumber:
Muhammad, Rifqi.2008.Akuntansi
Keuangan Syariah.Yogyakarta:P3EI
0 Response to "AKUNTANSI TRANSAKSI MUDHARABAH"
Posting Komentar